Skip to content

Aktivitas

Temukan kegiatan yang menarik dan inspiratif, mulai dari kelas pendidikan mendalam hingga lokakarya kreatif yang dirancang untuk pemberdayaan remaja.

Benarkah Perempuan Lebih Rentan Merasa Tidak Aman?

keamanan digital

Hai Sobat Remaja! Apakah kamu setuju bahwa perempuan dan rasa aman adalah dua hal yang seharusnya berjalan berdampingan, tetapi dalam realitanya sering berjauhan? Baru-baru ini di Indonesia, kita banyak melihat kasus perempuan yang menjadi korban dari ancaman intimidasi, kekerasan, dan serangan. Hal ini dapat terjadi baik secara digital maupun fisik loh, Sobat! Oleh karena itu, keamanan holistik diperlukan untuk menjamin perempuan terlindungi, baik di ruang fisik, ruang digital, dan secara psikososial.

Beberapa pekan yang lalu, seorang mahasiswi ITB menjadi tersangka akibat meme satir yang dibuat untuk mengkritik pemerintahan. Meme yang dibuat menggunakan AI (Artificial Intelligence) tersebut dianggap menyebarkan kebencian personal. Padahal hal tersebut adalah kebebasan berekspresi yang dituangkan melalui karya seni. Selain itu, beberapa bulan yang lalu terjadi kasus femisida atau pembunuhan terhadap perempuan karena gender atau jenis kelaminnya sebagai akibat dari eskalasi kekerasan berbasis gender (Komnas Perempuan, 2025). 

Femisida tersebut melibatkan Jurnalis J sebagai korban pemerkosaan dan pembunuhan oleh oknum TNI AL yang merupakan laki-laki. Kedua kasus tersebut menunjukkan realita bahwa iklim demokrasi di Indonesia masih belum inklusif dalam menjamin hak-hak asasi manusia. Contohnya yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, dan hak untuk dilindungi secara holistik, khususnya untuk perempuan yang selama ini juga mengalami subordinasi dan dominasi gender (YKP, 2020). Lantas, benarkah bahwa perempuan lebih rentan dan merasa tidak aman? Yuk, kita pelajari lebih lanjut dalam perspektif keamanan holistik. 

Perempuan dan ‘Label’ yang Melekat Padanya

Pernah nggak Sobat mendengar sentimen yang menyebutkan kalau perempuan itu tugasnya hanya di dapur, sumur, dan kasur? Artinya perempuan seringkali dibatasi ruang geraknya, perannya hanya difokuskan untuk memasak demi kebutuhan keluarga, mengurus rumah tangga, dan memenuhi kebutuhan biologis laki-laki (Pamflet, 2021). Hal ini tentunya menimbulkan marginalisasi, yaitu kondisi dimana sekelompok orang atau individu dibatasi dan dipinggirkan untuk partisipasi dalam hal ekonomi, politik, maupun sosial. 

Selain itu, perempuan juga mengalami ketidakadilan gender lainnya seperti subordinasi atau anggapan bahwa perempuan tidak penting dalam pengambilan keputusan politik, kekerasan (violence), hingga pelabelan negatif atau stereotipe (Derana, 2016).  Di era emansipasi saat ini, semua ketidakadilan gender tersebut harus mulai kita hilangkan ya Sobat. 

Budaya patriarki atau memandang laki-laki sebagai pusat otoritas dan kekuasaan di berbagai aspek kehidupan, harus perlahan dihilangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan memandang gender sebagai sesuatu yang tidak kaku sehingga dapat memberikan kesempatan dan akses yang setara tanpa memandang gender, serta dapat tercipta keadilan dalam pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki (Yayasan BaKTI, 2020). Namun, berbagai peluang dan akses yang didapatkan perempuan saat ini tidak selamanya menjamin perempuan bisa mendapatkan rasa aman secara menyeluruh. Kira-kira kenapa ya Sobat?

Partisipasi Perempuan dan Konsekuensinya pada Keamanan Holistik

Berdasarkan data dari GoodStats (2024), per Februari 2024 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (TPAK) berada di angka 55,41% dan menunjukkan tren peningkatan tiap tahunnya. Artinya, perempuan juga sudah memiliki peluang untuk mengakses pekerjaan, meskipun masih memiliki ketimpangan dengan laki-laki. Perempuan juga aktif berpartisipasi dalam pers atau usaha pengumpulan dan penyiaran berita di Indonesia. Dilansir dari Bandung Bergerak (2025) sebanyak 20% jurnalis di Indonesia adalah perempuan.

Selain itu, Indonesia.go.id (2023) menyebutkan bahwa dari hasil Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2021 menunjukkan persentase pengguna internet dengan jenis kelamin perempuan mencapai angka 56,6%, lebih tinggi daripada laki-laki. Partisipasi perempuan dalam berbagai aspek ini harus didukung oleh ruang aman agar perempuan dapat mengekspresikan diri dengan bebas, tanpa takut pada ancaman, pelecehan, dan kekerasan. 

Ancaman Keamanan Holistik pada Perempuan

Sumber : Diolah dari Komnas Perempuan (2025)

Namun, pada realitanya hal ini belum tercapai. Berdasarkan data Catatan Tahunan (CATAHU) yang merupakan gabungan data kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh Komnas Perempuan, LSM, dan pemerintah, pada tahun 2024 tercatat 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah ini mengalami peningkatan sejumlah 43.527 kasus atau sekitar 9,77% dibandingkan tahun 2023 (401.975 kasus). 

Angka Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) Masih Tinggi

Selain data kekerasan terhadap perempuan secara umum, pada tahun 2024 CATAHU juga mencatat sebanyak 330.097 kasus merupakan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP). KBGtP adalah kekerasan yang terjadi kepada perempuan karena ketimpangan gender atau adanya relasi kuasa. Relasi kuasa ini dapat terlihat dari jumlah terbesar korban berada rentang usia 18-24 tahun, sementara pelaku umumnya berusia lebih tua tetapi belum dapat teridentifikasi rentang umurnya (Komnas Perempuan, 2025). 

Berdasarkan data pelaporan, korban terbanyak berstatus sebagai pelajar/mahasiswa sebanyak 14.904 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan banyak dialami oleh perempuan di usia remaja. Sementara jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan meliputi kekerasan seksual (26,94%), kekerasan psikis (26,94%), kekerasan fisik (26,78%) dan kekerasan ekonomi (9,84%). Sementara itu, kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di tahun 2024 yang dilaporkan ke Komnas Perempuan meningkat 40,8% dibandingkan tahun 2023. Kasus yang muncul berupa eksploitasi seksual perempuan maupun anak, pelecehan online, hingga penyebaran konten intim non-konsensual (KemenPPPA, 2024).

Urgensi Peningkatan Keamanan Holistik bagi Perempuan

Pada artikel sebelumnya, kita telah belajar tentang integrasi tiga aspek keamanan yang penting agar dapat mewujudkan kesejahteraan yang berkelanjutan dan perlindungan maksimal dari ancaman fisik, digital, dan psikososial. Hal ini disebut dengan keamanan holistik, dan tentunya semakin relevan untuk diterapkan khususnya oleh remaja perempuan yang mengalami banyak ancaman. 

Melihat banyaknya kasus kekerasan berbasis gender pada perempuan, Sobat dapat mulai membangun rasa aman dari diri sendiri. Dikutip dari Humanis Foundation (2024), ada beberapa hal yang dapat kamu lakukan untuk menciptakan rasa aman bagi diri sendiri.

1. Merawat Diri

Pernahkah Sobat mendengar istilah self-care? Self-care atau merawat diri adalah praktik melakukan hal-hal secara teratur agar kamu merasa lebih baik dan merasa aman secara berkelanjutan. Hal ini dapat membantu kamu untuk hidup lebih baik secara holistik, mencakup aspek fisik, emosional, dan psikososial. 

  • Secara Fisik : Tidur cukup dan teratur, berolahraga, makan-makanan bergizi, cek kondisi medis secara berkala. Hal ini penting agar memastikan kamu memiliki kesehatan fisik yang terjaga agar mampu melakukan pekerjaan dengan baik. 
  • Secara Emosional : Mendengarkan musik, menulis jurnal, menangis. Hal tersebut dapat membantu seseorang untuk memproses emosi sehingga dapat menemukan cara sendiri untuk mengatasi stres.
  • Secara Psikologis : Refleksi diri, detox digital, belajar hal baru. Dengan belajar hal baru yang kamu sukai, maka akan timbul rasa bahagia yang mengalihkanmu sejenak dari tekanan pekerjaan. 

2. Membangun Batasan (Boundaries)

Batasan pribadi meliputi batasan fisik, emosional, dan mental yang harus dibangun oleh seseorang untuk melindungi diri agar tidak dimanipulasi oleh orang lain. Bagi remaja, menetapkan batasan pribadi berarti tahu kapan harus berkata “tidak” dan memilih lingkungan pertemanan yang sehat. Misalnya adalah dengan tidak membagikan kata sandi media sosial kepada pasangan meskipun diminta, karena setiap orang berhak atas privasi digital. Selain itu, remaja perempuan juga harus berani berkata tidak jika pasangan meminta foto vulgar atau tidak pantas agar terhindar dari ancaman penyebaran konten tanpa persetujuan.

3.  Menjadikan Keamanan Digital sebagai Rutinitas

Ruang digital seperti media sosial saat ini juga sangat berpotensi menimbulkan ancaman bagi penggunanya, khususnya perempuan. Oleh karena itu, Sobat bisa melakukan pengecekan jejak digital, merahasiakan data pribadi di media sosial, hingga berhati-hati dalam mengunggah sesuatu di media sosial. 

Apalagi saat ini Artificial Intelligence sudah semakin maju, sehingga foto yang kita unggah dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, Sobat juga dapat menggunakan enkripsi untuk melindungi perangkat, data, dan komunikasi. 

4. Jangan Takut untuk Melapor

Jika Sobat mengalami ancaman atau kekerasan secara langsung, maka jangan takut untuk melapor ya, Sobat! Ada kanal pelaporan seperti SAFEnet yang menyediakan layanan aduan untuk pelanggaran hak digital dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Selain itu, Sobat juga bisa mengakses rujukan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk kekerasan terhadap perempuan. 

Perempuan rentan merasa tidak aman bukan karena mereka lemah, melainkan karena struktur sosial dan budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai kelompok yang tersubordinasi. Ketimpangan ini membuat perempuan lebih sering menghadapi pelecehan, kekerasan, dan pembatasan ruang gerak, baik di ranah fisik maupun digital. 

Oleh karena itu, pendekatan keamanan holistik diperlukan agar menjamin rasa aman bagi semua orang tanpa memandang gender. Saat ruang digital jadi perpanjangan ruang sosial, keamanan kita juga harus ikut diperluas ke sana juga ya Sobat. Yuk, kita bangun keamanan holistik yang mencakup aspek fisik, digital, dan psikososial agar kita lebih berdaya dan sejahtera!

Author : Wisnu Surya Narendra

Referensi

Derana, G. T. (2016). Bentuk marginalisasi terhadap perempuan dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini. Kembara: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 2(2), 166–171

GoodStats. (2024, 21 Mei). Februari 2024, angkatan kerja perempuan meningkat. GoodStats. Diakses dari https://data.goodstats.id/statistic/februari-2024-angkatan-kerja-perempuan-meningkat-cpeoL

Indonesia.go.id. (2023, Agustus 31). Mengikis kesenjangan gender dalam teknologi. https://indonesia.go.id/kategori/editorial/7406/mengikis-kesenjangan-gender-dalam-teknologi?lang=1

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2024, Juli). KemenPPPA dorong respons UPTD terhadap kekerasan berbasis gender online. Diakses dari https://kemenpppa.go.id/page/view/NTMxMQ==

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan [Komnas Perempuan]. (2025, 7 Maret). Menata data, menajamkan arah: Refleksi pendokumentasian dan tren kasus kekerasan terhadap perempuan 2024 – Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2024 (Ringkasan eksekutif). https://komnasperempuan.go.id/download-file/1316

Pamflet.or.id. (2021, 29 November). Menengok sejarah perempuan: Menggugat sentimen dapur, sumur, kasur. https://pamflet.or.id/2021/11/29/menengok-sejarah-perempuan-menggugat-sentimen-dapur-sumur-kasur/

Tempo.co. (2025, 14 Mei). 7 fakta penting soal penangkapan dan penangguhan mahasiswa ITB pengunggah meme Prabowo–Jokowi. Tempo.co. Diakses dari https://www.tempo.co/politik/7-fakta-penting-soal-penangkapan-dan-penangguhan-mahasiswa-itb-pengunggah-meme-prabowo-jokowi-1423960

Yayasan BaKTI. (2020, Januari–Februari). 5 cara dobrak stereotip gender dalam keluarga. https://baktinews.bakti.or.id/artikel/5-cara-dobrak-stereotip-gender-dalam-keluargaYayasan Kesehatan Perempuan. (2021, April 22). Ketidakadilan Gender [Materi]. YKPPEDIA. https://ykp.or.id/datainfo/materi/57

Aktivitas Lainnya