Aktivitas

Temukan kegiatan yang menarik dan inspiratif, mulai dari kelas pendidikan mendalam hingga lokakarya kreatif yang dirancang untuk pemberdayaan remaja.

Perempuan dan Kepemimpinan: Mengatasi Hambatan untuk Mencapai Potensi

Sri Mulyani Indrawati, mantan Managing Director World Bank dan Menteri Keuangan Republik Indonesia; Pratiwi Sudarmono, mantan Kepala Departemen Mikrobiologi Universitas Indonesia dan kandidat untuk Misi NASA Space Shuttle STS-61-H; Silvia Halim, mantan Deputi Fasilitas dan Infrastruktur Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN); Yohana Susana Yembise, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Megawati Sukarnoputri, Presiden perempuan pertama Indonesia.

Nama-nama di atas merupakan contoh perempuan Indonesia yang telah menunjukkan kepemimpinan luar biasa di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, sains, infrastruktur, hingga politik. Mereka tidak hanya memecahkan batasan, tetapi juga menginspirasi generasi berikutnya untuk bermimpi besar dan berani melampaui norma tradisional.

Meskipun sistem diskriminasi gender yang mengakar kuat masih ada, perempuan terus maju dan membuktikan diri sebagai pemimpin yang berpotensi besar.

Sebagai perempuan muda, kita memiliki kekuatan yang luar biasa dalam diri kita sendiri.

Namun, kita tidak hidup sendirian dalam ruang hampa. Kita hidup dalam masyarakat, masyarakat di mana ketidaksetaraan gender telah lama dianggap normal dan baru sekarang mulai diperbincangkan. Bahkan keluarga dan komunitas kita sendiri masih melanggengkan stereotip dan praktik diskriminatif ini, sulit bagi kita untuk percaya pada potensi kita dan mengembangkannya sepenuhnya.

Di balik setiap cerita sukses, ada begitu banyak perempuan lainnya yang gagal atau bahkan tidak mencoba. Bukan karena kurang kemampuan, melainkan karena kurang percaya pada diri sendiri. Meskipun kita memiliki kemampuan, terdapat batasan yang dapat kita capai dengan peluang yang terbatas.

Lalu, coba bayangkan apa yang bisa kita capai dalam masyarakat tanpa hambatan?

Baik itu dalam hal kolaborasi, adaptabilitas, ketangguhan, ambisi, atau berbagai keterampilan, perempuan membawa banyak kekuatan dalam peran kepemimpinan. Sebuah analisis pada tahun 2019 membandingkan kepemimpinan perempuan dan laki-laki dan menemukan bahwa perempuan melampaui laki-laki dalam 17 dari 19 kemampuan kepemimpinan yang dianalisis (Madhosingh, 2024). Stereotip gender yang usang tidak hanya merugikan kesejahteraan kita, tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan, mencegah separuh populasi untuk sepenuhnya menyadari potensi mereka.

Inilah yang membuat perjuangan melawan ketidaksetaraan gender—dengan membantah stereotip, mencabut undang-undang yang bias, dan menolak membatasi diri kita pada struktur kekuasaan yang tidak seimbang—sangat krusial.

Gerakan ini telah mengalami kemajuan dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1999, hanya 8,8% anggota parlemen nasional yang perempuan. Kini, pemilu terakhir diproyeksikan akan meningkatkan angka tersebut menjadi 22,1% (Robinson, 2024). Ini bukan hanya jumlah kursi terbanyak yang pernah dimenangkan oleh perempuan dalam sejarah pemilu pasca reformasi di Indonesia, tetapi juga kemajuan yang baik menuju target Indonesia saat ini sebesar 30% (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak [PPPA], 2023).

Dorongan untuk kesetaraan gender ini juga mulai meluas ke lembaga-lembaga kecil, seperti sekolah dan organisasi, menciptakan ruang bagi perempuan muda untuk mengambil peran kepemimpinan. Melalui kesempatan-kesempatan ini, perempuan muda kini tidak hanya lebih terlibat, tetapi juga diberdayakan untuk membuat keputusan yang memengaruhi komunitas mereka.

Jadi, apa yang menciptakan perubahan ini?

Diskusi dan Aksi

Dengan mengakui, membicarakan, dan secara aktif mengatasi ketidaksetaraan yang kita lihat di masyarakat, kita telah memajukan hak-hak perempuan dalam beberapa dekade terakhir.

Namun, kita masih memiliki jalan panjang. Menurut Global Gender Gap Report 2024, Indonesia berada di peringkat ke-100 dari 146 negara, turun 13 peringkat dari tahun sebelumnya. Laki-laki diperkirakan mendapatkan penghasilan dua kali lipat dari penghasilan perempuan (Global Gender Gap Report 2024, 2024). Sekitar 1 dari 9 anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun (UNICEF, 2020), dan 1 dari 4 perempuan mengalami kekerasan fisik atau seksual dalam hidupnya (Organisasi Kesehatan Dunia: WHO, 2023).

Inilah alasan mengapa Girls4Change dan organisasi serupa hadir. Girls4Change menjadi platform untuk membahas dan menangani isu-isu mendesak yang sering terabaikan. Melalui diskusi dan empat intervensi utama, Girls4Change berkomitmen untuk membantu membangun generasi pemimpin perempuan berikutnya serta memberikan alat bagi mereka untuk melawan dan melanjutkan siklus perubahan ini.

Melalui empat intervensi, Girls4Change mendorong perempuan muda untuk:

  1. BELAJAR, untuk memahami kekuatan dan kekurangan mereka serta bagaimana mencintai diri sendiri membantu membangun rasa percaya diri dan mencapai tujuan.
  2. BERDAYA, untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dan belajar bagaimana menetapkan batasan dalam hubungan demi membangun koneksi yang lebih kuat dan sehat.
  3. BERSUARA, untuk memeriksa dan menantang peran gender dan konstruksi sosial dalam masyarakat, menyadari bahwa tanpa kerangka tradisional ini, potensi kita tidak terbatas.
  4. BERBAGI, untuk mendiskusikan pengalaman mereka dan menyuarakan opini serta hak mereka guna lebih memahami cara menghadapi ketidaksetaraan yang mungkin mereka hadapi. Di akhir proses empat langkah ini, perempuan juga dapat berbagi perubahan positif yang mulai mereka rasakan, sehingga membantu menumbuhkan komunitas pemimpin independen dan percaya diri yang siap menghadapi masyarakat.

Empat nilai ini sangat penting, karena menjadi fondasi untuk menciptakan pemimpin yang mampu memperjuangkan diri mereka sendiri dan kesetaraan gender secara keseluruhan.

Apakah Sobat perempuan maupun bukan, atau pernah berada di ruang seperti kami sebelumnya, menyadari potensi Sobat untuk memimpin dan menciptakan perubahan adalah hal yang penting—dan itulah tujuan kami. Perubahan tidak bisa dimulai tanpa aksi, tetapi aksi tidak akan terjadi tanpa diskusi terbuka. Itulah peran penting yang kami harap dapat fasilitasi.

Terima kasih telah tertarik dan bergabung dengan keluarga Girls4Change.

Mari kita berjuang bersama!

Referensi:

Dunstan, I., & Bhardwaj, G. (2023, June 13). How Women are Transforming Indonesia. chathamhouse.org. https://www.chathamhouse.org/2019/05/how-women-are-transforming-indonesia

Global Gender Gap Report 2024. (2024, June 11). World Economic Forum. https://www.weforum.org/publications/global-gender-gap-report-2024/in-full/benchmarking-gender-gaps-2024-2e5f5cd886/

Madhosingh, S. (2024, March 8). 5 reasons More women leaders are needed at the top. Forbes. https://www.forbes.com/sites/drsamanthamadhosingh/2024/03/07/5-reasons-more-women-leaders-are-needed-at-the-top/

Ministry of Women’s Empowerment and Child Protection [PPPA]. (2023, November 4). Minister of PPPA: Increase Women’s Representation in the Council’s Equipment to Create an Inclusive Parliament. kemenpppa.go.id. https://www.kemenpppa.go.id/page/view/NTUxOQ==

Robinson, K. (2024, August 5). Women’s Rights in Indonesia | ANU Indonesia Institute. ANU Indonesia Institute. https://indonesiainstitute.anu.edu.au/content-centre/article/opinion/womens-rights-indonesia

UNICEF. (2020, Janaury). Child Marriage in Indonesia. unicef.org. https://www.unicef.org/indonesia/media/2816/file/child-marriage-factsheet-2020.pdf

World Health Organization: WHO. (2023, November 9). A Novel approach to ending violence against women in Indonesia: the RESPECT Framework. World Health Organization. https://www.who.int/indonesia/news/detail/09-11-2023-a-novel-approach-to-ending-violence-against-women-in-indonesia–the-respect-framework

Penulis: Anisa Uddin (Intern RISE Foundation)

Aktivitas Lainnya

Skip to content